Tulisan dengan tema Hubungan dan perbedaan antara PHI dan PIH ini disadur dari pemaparan yang disampaikan oleh Cekli Setya Pratiwi, SH.,LLM.,MCL., Dosen Fakultas Hukum UMM dalam Pembahasan beliau pada Youtube Channelnya. Cekli Pratiwi (2021) menjelaskan bahwa PIH dan PHI memiliki keterkaitan yang sangat erat, Serta kedua sub pembelajaran ini merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh seluruh mahasiswa fakultas hukum agar dapat melanjutkan ke materi pembelajaran Hukum lainnya. Selain itu beliau memaparkan juga terkait Hukum di Indonesia pada masa awal kemerdekaan beserta Peninggalan beberapa Hukum kolonial.
Bahwa sebagai mata kuliah dasar, PIH memiliki cakupan atau objek kajian yang berbeda dengan PHI. Jika objek kajian PIH tidak meliputi Ius Constitutum tetapi membahas teori-teori hukum serta membahas azas-azas dalam ilmu hukum, fungsi ilmu hukum, kedudukan ilmu hukum disamping ilmu lainnya, azas-azas hukum yg berlaku umum, sehingga mata kuliah ini membantu mahasiswa mempelajari ilmu hukum secara umum serta hukum positif yang berlaku di Negara tertentu, sedangkan PHI objek kajiannya adalah hukum positif di Indonesia ( Ius Constitutum) atau hukum yang terjadi saat ini bukan hukum yang masih angan-angan (Ius Constituendum).
Cakupan PHI mempelajari azas-azas hukum yang berlaku dalam cabang-cabang hukum positif di Indonesia, dan sumber-sumber hukum positif di Indonesia, serta mempelajari konflik hukum dan penyelesaiannya. tujuannya agar mahasiswa memahami azas-azas dari seluruh cabang hukum positif Indonesia, memahami pengetahuan dasar sumber hukum Indonesia, serta bagaimana penyelesaian apabila terjadi konflik hukum di indonesia.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih belum memiliki cukup produk hukum atau peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, untuk mengindari Recht vacuum atau kekosongan hukum, Indonesia merujuk pada pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 sebelum amandemen yang menyatakan bahwa “ Semua badan atau lembaga dan peraturan yang ada masih dapat berlaku sepanjang belum diganti” lalu dikukuhkan kembali dengan adanya azas Konkordansi yang mana hukum yang berlaku pada masa penjajahan diambil alih dan diberlakukan diseluruh wilayah Hindia Belanda ( wilayah bekas jajahan belanda).
Peninggalan beberapa hukum kolonial yang masih berlaku di Indonesia antara lain ialah hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS).KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis).Sedangkan, Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar